PROFIL GURU IDEAL DI ERA GLOBAL
Kelompok
9
Inas Alviyah Adibah (14221044)
Muthiah Fildzah N (14221063)
Nurzulaiha (14221071)
Oktari Yulika (14221072)
Dosen Pengampu
Tutut Handayani, M.Pd.I
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS TARBIYAH
DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM
NEGERI RADEN FATAH
PALEMBANG
2016
BAB I
PENDAHULUAN
Islam
sangat menjunjung tinggi peran seorang
guru sehingga menempatkan langsung kedudukannya setelah
para Nabi dan Rasul. Hal itu disebabkan
guru selalu dihubungkan dengan ilmu pengetahuan dan
Islam sangat menjunjung tinggi ilmu pengetahuan.
Sebagai seorang yang mengajarkan ilmunya,
guru harus menjaga sikap dan tingkah lakunya sehingga mencerminkan pribadi luhur.
Seiring dengan perkembangan zaman,
mulai terjadi pergeseran hubungan
guru dan siswa. Kedudukan guru semakin menurun,
harga karya guru semakin tinggi dan penghargaan terhadap dirinya semakin rendah.[1]
Guru
merupakan unsure penting
di dalam keseluruhan system pendidikan.
Menurut UU No. 14 tahun 2005 guru merupakan pendidik professional dengan tugas utama mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan
formal, pendidikan dasar, dan pendidkan menengah.
Keberhasilan pendidikan merupakan campur
tangan baik secara langsung maupun tidak langsung dari para guru. Di jaman yang
semakin maju seorang guru dituntut untuk menjadi seorang yang idealis dan
profesional. Berbagai upaya dilakukan sehingga mampu menjadi guru sesuai dengan
harapan seluruh pihak yang berkepentingan. Di era globalisasi panggilan jiwa
untuk mengabdi menjadi seorang guru mesti diimbangi dengan berbagai kompetensi
yang harus dimiliki secara utuh.
Guru
adalah pelaku perubahan. Gagasan ini menjadikan guru harus peka dan tanggap
terhadap berbagai perubahan, pembaharuan serta perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi sejalan dengan tuntutan masyarakat dan perkembangan zaman. Di
sinilah tugas guru semestinya harus senantiasa mengembangkan wawasan ilmu pengetahuan,
meningkatkan kualitas pendidikannya hingga apa yang diberikan kepada peserta
didiknya tidak lagi terkesan ketinggalan zaman. Bahkan tidak sesederhana itu
saja, ciri guru ideal di era globalisasi seperti saat ini perlu tampil sebagai
pendidik, pengajar, pelatih, inovator dan dinamisator secara sekaligus dan
integral dalam mencerdaskan anak didiknya.
Proses globalisasi merupakan keharusan sejarah yang tidak mungkin
dihindari, dengan segala berkah dan mudhoratnya. Bangsa dan negara akan dapat
memasuki era gloabalisasi dengan tegar apabila memiliki pendidikan yang
berkualitas. Kualitas pendidikan,
terutama ditentukan oleh proses belajar mengajar yang berlangsung di
ruang-ruang kelas. Dalam proses belajar mengajar tersebut guru memegang peran
yang penting. Guru adalah kreator proses belajar mengajar. Ia adalah orang yang
akan mengembangkan suasana bebas bagi siswa untuk mengkaji apa yang menarik
minatnya, mengekspresikan ide-ide dan kreatifitasnya dalam batas-batas
norma-norma yang ditegakkan secara konsisten. Sekaligus guru akan berperan
sebagai model bagi anak didik. Kebesaran jiwa, wawasan dan pengetahuan guru
atas perkembangan masyarakatnya akan mengantarkan pada siswa untuk dapat
berfikir melewati batas-batas kekinian, berfikir untuk menciptakan masa depan
yang lebih baik.
Dari
pendahuluan diatas materi yang akan dibahas adalah sebagai berikut :
1.
Profesi Guru Ideal
2.
Profil dan Persyaratan Guru
3.
Guru dan Tantangan
Globalisasi
4.
Kompetensi Ideal Bagi
Seorang Guru
5.
Kriteria Guru Ideal
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Profesi Guru Ideal
Guru merupakan unsure penting
di dalam keseluruhan system pendidikan.
Menurut UU No. 14 tahun 2005 guru merupakan pendidik professional dengan tugas utama mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan
formal, pendidikan dasar, dan pendidkan menengah.
Pekerjaan
profesional dapat dikelompokkan kedalam dua kategori : Hard Profession dan Soft Profesion. Suatu pekerjaan dapat
dikategorikan sebagai hard profession apabila pekerjaaan tersebut dapat
didetailkan dalam prilaku dan langkah-langkah yang jela dan relatif
pasti.Profesi guru adalah lebih cocok dikategorikan sebagai soft profession. Karena dalam mengajar guru dapat melaksanakan
dengan berbagai cara yang tidak harus mengikuti suatu prosedur baku, dan aspek
dan “sense” dan “art” memegang peran yang amat penting. Misalnya, mungkin saja
seorang guru mengajar dengan menyajikan kesimpulan pada awal pelajaran yang
kemudian baru dilaksanakan pembahasan. Pada kesempatan lain, ia mengajar dengan
menyampaikan bahasan dulu baru menarik kesimpulan. Kalau dokter membedah dahulu
baru kemudian membius bearti berarti dokter tersebut melakukan malpraktek, dan
pasti akan menghasilkan kecelakaan.[2]
Mengajar
merupakan suatu seni untuk mentransfer pengetahuan, keterampilan dan
nilai-nilai yang diarahkan oleh nilai-nilai pendidikan, kebutuhan-kebutuhan
individu siswa, kondisi lingkungan, dan
keyakinan yang dimiliki oleh guru. Dalam proses belajar mengajar, guru adalah
orang yang akan mengembangkan suasana bebas bagi siswa untuk mengkaji apa yang
menarik, mengekspresikan ide-ide dan kretifitasnya dalam batas norma-norma yang
ditegakan secara konsisten. Sekaligus guru akan berperan sebagi model bagi para
siswa. Kebesaran jiwa, wawasan dan pengetahuan guru atas perkembangan
masyarakatnya akan mengantarkan para siswa untuk dapat berfikir melewati
batas-batas kekinian, berfikir untu menciptakan masa depan yang lebih baik.
Dalam melaksanakan tugas tersebut guru
akan dihadapkan pada berbagai problem yang muncul dan sebagian besar problem
tersebut harus segera dipecahkan serta diputuskan pemecahannya oleh guru itu
sendiri pada waktu itu pula. Sebagai konsekuensinya, yang akan dan harus
dilakukan oleh guru tidak mungkin dapat dirumuskan dalam suatu prosedur yang
baku.[3]
Guru ideal
merupakan guru profesional. Guru
profesional merupakan guru yang bisa melakukan tugasnya dengan baik. Guru ideal
yang diinginkan oleh siswa adalah guru yang bisa menjalin hubungan baik dengan
muridnya. Guru yang bisa menjalin hubungan baik dengan muridnya akan mengerti
bagaimana menghadapi murid-muridnya. Guru tersebut mengetahui metode apa yang
tepat untuk mengajar muridnya.[4]
Guru ideal
adalah guru yang memiliki empat kompetensi guru. Guru ideal merupakan guru yang
memahami benar profesinya, rajin membaca dan menulis, sensitif terhadap waktu,
kreatif dan inovatif.
B.
Profil dan Persyaratan Guru
Untuk melihat profil dan persyaratan guru lebih dahulu
dicermati siapa sebenarnya guru itu. Guru, secara sederhana dapat diartiak
sebaggai orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik. Karena
tugasnya itulah, ia dapat menambah kewibawaannya dan keberadaan guru sangat
diperlukan masyarakat. Mereka tidak meragukan lagi akan urgensinya guru bagi
anak didik daan yakin sepenuhnya bahwa hanya dengan gurulah anak-anak mereka
alan tumbuh berkembang, terdidik, pintar dan berkepribadian baik. Dengan
demikian, guru harus mampu menjaga kepercayaan masyarakat yang diberikan
kepadanya. Karena dengan itulah guru diposisikan sebagai sosok yang
disebut-sebut sebagai guru profesional.
Guru adalah semua orang yang berwenang dan bertanggung
jawab terhadap pendidikan murid-murid,
baik secara individual maupun klasikal, baik di sekolah maupun di luar
sekolaah. Mengingat demikian berat tugas dan pekerjaan guru, maka ia harus
memenuhi persyaratan-persyaratan pokok yang mungkin seimbang dengan posisi
untuk menjadi guru. Tidak semua orang dapat dengan mudah melakukannya, apalagi
mengingat posisi guru seperti yang terjadi di Indonesia dewasa ini. Di samping
berat tugasnya, dia harus merelakan sebagian hidupnya untuk mengabdi kepada
masyarkat, meskipun imbalan gaji guru sangat tidak memadai, bila dibandingkan
dengan profesi lainnya.
Tidak sembarang orang
dapat melaksanakan tugas profesional sebagai seorang guru. Untuk menjadi guru
yang baik haruslah memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan oleh pemerintah.
Syarat utama untuk menjadi seorang guru, selain berijazah dan syarat-syarat
mengenai kesehatan jasmani dan rohani, ialah mempunyai sifat-sifat yang perlu
untuk dapat memberikan pendidikan dan pembelajaran. Selanjutnya, dari
syarat-syarat tersebut dapat dijabarkan secara lebih terperinci sebagai
berikut:[5]
1. Guru
harus sehat rohani dan jasmani
Kesehatan
jasmani dan rohani merupakan salah satu syarat penting dalam setiap pekerjaan.
Seseorang tidak akan melaksanakan tugasnya dengan baik jika ia diserang suatu
penyakit. Sebagai seorang guru syarat tersebut merupakan syarat mutlak yang
tidak dapat diabaikan. Misalnya saja seorang guru yang sedang terkena penyakit
menular tentu saja akan membahayakan bagi peserta didiknya.
2. Guru
harus bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berkelakuan baik
Sesuai
dengan tujuan pendidikan, yaitu membentuk manusia susila yang bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa maka sudah selayaknya guru sebagai pendidik harus dapat
menjadi contoh dalam melaksanakan ibadah dan berkelakuan baik.
3. Guru
haruslah orang yang bertanggung jawab
Tugas
dan tanggung jawab seorang guru sebagai seorang pendidik, pembelajar, dan pembimbing
bagi peserta didik selama proses pembelajaraan berlangsung yang telah
dipercayaakan orangtua atau wali kepadanya supaya dapat dilaksanakan dengan
sebaik-baiknya. Selain itu, guru juga bertanggung jawab terhadap keharmonisan
perilaku masyarakat dan lingkungan disekitarnya.
4. Guru
di Indonesia harus berjiwa Nasional
Bangsa
Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa yang mempunyai bahasa dan
adat-istiadat berlainan. Untuk menanamkan jiwa kebangsaan merupakan tugas utama
seorang guru, karena itulah guru harus terlebih dahulu berjiwa nasional.
5.
Berilmu
Banyak remaja masa kini yang masuk kuliah sekedar untuk memperoleh secarik
lembar ijazaah, akhirnya menjadikan diri mereka merugi karena ijazah yang
mereka dapat tidak dibarengi dengan ilmu yang memadai. Ijazah bukan
segala-galanya. Bahwa guru harus mempunyai ijazah memang benar. Akan tetapi jelas tidak cukup selembar ijazah
yang tidak disertai dengan keluasan dan kedalaman ilmu pengetahuan, terutama
bidang ilmu yang ditekuninya. Guru yang dangkal penguasaan ilmunya, akan
mengalami kesulitan dalam berinteraksi dengan para muridnya, apalagi untuk masa
kini dan yang akan datang. Saat ini saja, para murid telah berpikir bahwa
sumber pengetahuan sangat banyak, misalnya TV, radio, internet, diskusi,
konferensi, email, majalah, buku-buku dan sebagainya. Bila guru tidak
menunjukkan kebolehannya dalam menampilkan dirinya sebagai guru, niscaya akan
ditinggalkan oleh para muridnya, sekuraang-kurangnya akan diacuhkan.
6.
Berkelakuan baik
Mengingat salah satu tugas guru adalah untuk mengembangkan akhlak yang
mulia. Maka sudah barang tentu dia harus memberikan contoh untuk berakhlak
mulia terlebih dahulu. Diantara akhlak mulia yang harus dicerminkan dalam
kehidupan seorang guru adalah sikap bersabar mengahadapi suatu persoalan,
berdisiplin dalam melaksanaakan tugas, jujur dalam menyelesaaikan persoalan,
bersikap adil kepada semua orang, tidak pilih kasih, mampu menjalin kerjasama
dengan orang lain, gembira memberikan pertolongan kepada orang lain,
menunjukkan kepedulian sosial yang tinggi dan lain-lain.
Syarat-syarat di atas
adalah syarat umum yang berhubungan dengan jabatan sebagai seorang guru. Selain
itu, ada pula syarat lain yang sangat erat hubungannya dengan tugas guru di
sekolah, sebagai berikut:[6]
1. Harus
adil dan dapat dipercaya.
2. Sabar,
rela berkorban, dan menyayangi peserta
didiknya.
3. Memiliki
kewibawaan dan tanggung jawab akademisnya.
4. Bersikap
baik pada rekan guru, staf di sekolah dan masyarakat.
5. Harus
memiliki wawasan pengetahuan yang luas dan menguasai benar mata pelajaran yang
dibinanya.
6. Harus
berupaya meningkatkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Sebagai
kesimpulan, keberhasilan seorang guru
dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai seorang pengajar sangat
tergantung pada diri pribadi masing-masing guru dalam lingkungan tempat ia
bertugas.
C. Guru
dan Tantangan Globalisasi
Globalisasi
merupakan keniscayaan bagi semua bangsa. Bangsa Indonesia sudah mulai merasakan
bagaimana manis dan pahitnya terbawa arus globalisasi. Gerakan reformasi yang
berhasil menumbangkan rezim Soeharto tidak lepas dari berkah reformasi.
Sebaliknya, merebaknya kejahatan dan pornografi, misalnya, tidak dapat
dilepaskan dari rasa pahit globalisasi. Globalisasi akan membawa perubahan yang
mencakup hampir semua aspek kehidupan, termasuk bidang teknologi, ekonomi dan
sosial politik.
Era
globalisasi ditandai dengan adanya persaingan yang semakin tajam, padatnya
informasi, kuatnya komunikasi, dan keterbukaan. Tanpa adanya kemampuan ini maka
Indonesia akan tertinggal jauh dan terseret oleh arus globalisasi yang semakin
dahsyat.[7]
Kehidupan
global memungkinkan manusia untuk dapat menggunakan fasilitas yang tersedia,
seperti teknologi canggih, belajar, berkomunikasi dan bertukar informasi
melalui internet. Dengan fasilitas tersebut, manusia dapat menikmati untuk
dapat meningkatkan pengetahuan, wawasan, keterampilan, dan sikapnya yang pada
gilirannya akan meningkatkan kesejahteraan hidupnya baik secara fisik,
psikis, maupun sosial.[8]
Globalisasi telah
mengubah cara hidup manusia sebagai individu, sebagai warga masyarakat dan
sebagai warga bangsa. Tidak seorang guru pun yang dapat menghindasri dari arus
globalisasi. Setiap individu dihadapkan pada dua pilihan, yakni dia menempatkan
dirinya dan berperan sebagai pemain dalam arus perubahan globalisasi, atau dia
menjadi korban dan terseret derasnya arus globalisasi. Arus globalisasi juga
masuk dalam wilayah pendidikan dengan berbagai implikasi dan dampaknya, baik
positif maupun negatif. Dalam konteks ini tugas dan peranan guru sebagai ujung
tombak dunia pendidikan sangat berperan.
Di dunia pendidikan, globalisasi
akan mendatangkan kemajuan yang cepat, yakni munculnya media massa, khususnya
media elektronik sebagai sumber ilmu dan pusat pendidikan. Dampak dari hal ini
adalah guru bukannya satu-satunya sumber ilmu pengetahuan. Hasilnya, para siswa
bisa menguasai pengetahuan yang belum dikuasai oleh guru. Oleh karena itu,
tidak mengherankan pada era globalisasi ini, wibawa guru khususnya dan orang
tua pada umumnya di mata siswa merosot. Kemerosotan wibawa orang tua dan guru
dikombinasikan dengan semakin lemahnya kewibawaan tradisi-tradisi yang ada di
masyarakat, seperti gotong-royong dan tolong menolong telah melemahkan
kekuatan-kekuatan sntripetal yang berperan penting dalam menciptakan kesatuan
sosial. Akibat lanjut bisa dilihat bersama, kenakalan dan tindak menyimpang
dikalangan reamaja dan pelajar semakin meningkat dalam berbagai bentuknya,
seperti perkelahian, corat-coret, pelanggaran lalu lintas sampai tindak
kejahatan.
Di sisi lain, pengaruh-pengaruh
pendidikan yang mengembangkan kemampuan untuk mengendalikan diri, kesabara,
rasa tanggung jawab, solidaritas sosial, memelihara lingkungan baik sosial
maupun fisik, hormat kepada orang tua dan rasa keberagamaan yang dijadikan
dalam kehidupan bermasyarakat, justru semakin melemah. Para mendidik, khususnya
para guru, lebih khusus lagi para pendidik dan guru yang berkecimpung pada
sekolah keagamaan atau sekolah yang dikelola oleh Organisasi Keagamaan, harus
mengambil perhatian masalah ini dan mencari cara-cara pemecahannya.
Tugas dan peran guru
dari hari ke hari semakin berat, seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi. Guru sebagai komponen utama dalam dunia pendidikan dituntut
untuk mampu mengimbangi bahkan melampaui perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang berkembang dalam masyarakat. Melalui sentuhan guru di sekolah
dihaapkan mampu menghasilkan peserta didik yang memiliki kompetensi tinggi dan
siap menghadapi tantangan hidup dengan penuh keyakinan dan percaya diri yang
tinggi. Sekarang dan kedepan, sekolah (pendidikan) harus mampu menciptakan
sumber daya manusia yang berkualitas, baik secara keilmuan (akademis) maupun
secara mental. Oleh karena itu, dibutuhkan sekolah yang unggul yang memiliki
ciri-ciri:[9]
1. Kepala
sekolah yang dinamis dan komunikatif dengan kemerdekaan memimpin menuju visi
keunggulan pendidikan
2. Memiliki
visi, misi dan strategi untuk mencapai tujuan yang telah diru,uskan dengan
jelas
3. Guru-guru
yang kompeten dan berjiwa kader yang senantiasa bergairah dalam melaksanakan
tugas profesionalnya secara inovatif
4. Siswa-siswa
yang sibuk, bergairah dan bekerja keras dalam mewujudkan perilaku pembelajaran
5. Masyarakat
dan orang tua yang berperan serta dalam menunjang pendidikan.
Beberapa tantangan
globalisasi yang harus disikapi guru dengan mengedepankan profesionalisme
adalah sebagai berikut:[10]
1. Perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu cepat dan mendasar.
Dengan
kondisi ini guru harus bisa menyesuaikan diri dengan responsif, arif dan
bijaksana. Responsif artinya guru harus bisa menguasai dengan baik produk
iptek, terutama yang berkaitan dengan dunia pendidikan, seperti pembelajaran
dengan menggunakan multimedia. Tanpa penguasaan iptek yang baik, maka guru akan
tertinggal dan menjadi korban iptek serta menjadi guru yang “isoku iki”
2. Krisis
moral yang melanda bangsa dan negara Indonesia.
Akibat
pengaruh iptek dan globalisasi telah terjadi pergeseran nilai-nilai yang ada
dalam kehidupan masyarakat. Nilai-nilai tradisional yang sangat menjunjung
tinggi moralitas kini sudah bergeser seiring dengan pengaruh iptek dan
globalisasi. Di kalangan remaja sangat terasa akan pengaruh iptek dan
globalisasi. Pengaruh hiburan baik cetak maupun elektronik yang menjurus pada
hal-hal pornografi telah menjadikan remaja tergoda dengan kehidupan yang
menjurus pada pergaulan bebas dan materialisme. Mereka sebenarnya hanya menjadi
korban dari globalisasi yang selalu menuntut kepraktisan, kesenangan belaka (hedonisme)
dan budaya instan.
Salah
satu survei yang dilakukan sebuah lembaga di Yogyakarta menunjukkan angka yang
mengkhawatirkan, yaitu sekitar 10% siswa SMP di kota itu pernah berhubungan
badan. Tentu saja hasil survei tersebut mengejutkan kita semua, mengingat
rata-rata usia siswa SMP 12-15 tahun, suatu usia yang masih belum waktunya
untuk melakukan hubungan seperti layaknya suami istri. Di samping itu, kita
mengenal bahwa Yogyakarta merupakan kota pelajar. Ini sangat ironis bila
dihubungkan dengan kenyataan yang ada. Fenomena tersebut menunjukkan bahwa arus
globalisasi, terutama yang bersifat negatif, bila tidak hati-hati akan
menghancurkan generasi muda dengan perilaku-perilaku yang menyimpang.
3. Krisis
sosial. Seperti kriminalitas, kekerasan, pengangguran, dan kemiskinan yang
terjadi dalam masyarakat.
Akibat
perkembangan industri dan kapitalisme maka muncul masalah-masalah sosial dalam
masyarakat. Tidak semua lapisan masyarakat bisa mengikuti dan menikmati dunia
industri dan kapitalisme. Mereka yang lemah secara pendidikan, akses dan
ekonomi akan menjadi korban ganasnya industrialisasi dan kapitalisme. Ini
merupakan tantangan guru untuk merespon realitas ini, terutama dalam dunia
pendidikan. Sekolah sebagai lembaga pendidikan yang formal dan sudah mendapapt
kepercayaan dari masyarakat harus mampu menciptakan peserta didik yang siap
hidup situasi dan kondisi bagaimanapun. Dunia pendidikan harus menjadi solusi
dari suatu masalah sosial (kriminalitas, kekerasan, pengangguran dan kemiskinan)
bukan menjadi bagian bahkan penyebab dari masalah sosial tersebut.
4. Krisis
identitas sebagai bangsa dan negara Indonesia.
Sebagai
bangsa dan negara di tengah bangsa-bangsa di dunia membutuhkan identitas
kebangsaan (nasionalisme) yang tinggi dari warga negara Indonesia. Semangat
nasionalisme dibutuhkan untuk tetap eksisnya bangsa dan negara Indonesia.
Nasionalisme yang tinggi dari warga negara akan mendorong jiwa berkorban untuk
bangsa dan negara sehingga akan berbuat yang terbaik untuk bangsa dan negara.
Dewasa ini ada kecenderungan menipisnya jiwa nasionalisme di kalangan generasi
muda. Hal ini dapapt dilihat dari beberapa indikator, seperti kurang
apresiasinya generasi muda pada kebudayaan asli bangsa Indonesia, pola dan gaya
hidup remaja yang lebih kebaratbaratan dan berbagai indikator lainnya. Melihat
realitas di atas guru sebagai penjaga nilai-nilai termasuk nilai nasionalisme
harus mampu memberikan kesadaran kepada generasi muda akan pentingnya jiwa
nasionalisme dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
D.
Kompetensi
Ideal Bagi Seorang Guru
Agar dapat
mewujudkan dan mengembangkan sikap profesionalisme seorang guru adalah dengan
mengetahui kompetensi yang ideal bagi seorang guru yang terdiri atas:
1.
Pengetahuan
Seorang guru harus memiliki pengetahuan yang banyak dan mendalam
terhadap pekerjaan serta bidang pengetahuan yang diajarkannya. Untuk
menghindarinya dalam kekeliruan dalam mentransfer informasi pengetahuan kepada
peserta didik. Dalam rangka untuk memperoleh pengetahuan yang banyak, seorang
guru dapat berusaha belajar sendiri dalam bertumbuh dalam jabatan.
Profesionalisme itu melalui belajar terus menerus amat penting untuk mengasah
diri dan meningkatkan pengetahuan yang dimilikinya.
2.
Sifat dan etika yang harus
dimiliki oleh guru
Untuk dapat melaksanakan tugas secara profesional, seorang guru di
samping harus menguasai pengetahuan yang akan diajarkan kepada siswa, juga
harus memiliki sifat-sifat tertentu yang dengan sifat-sifat ini diharapkan apa
yang diberikan oleh guru kepada siswanya dapat didengar dan dipatuhi, tingkah
lakunya dapat ditiru dan diteladani dengan baik.[11]
Al-Abrasyi menyebutkan tujuh sifat
yang harus dimiliki guru. Tujuh sifat tersebut dapat diuraikans ebagai berikut:[12]
a.
Bersifat zuhud
Zuhud berarti raghaba
‘ansyay’inwatarakahu, artinya tidak tertarik terhadap sesuatu dan meninggalkannya.
Akan tetapi, zuhud yang dimaksud di sini bukan meninggalkan dunia sepenuhnya.
Sebagaimana yang diungkap oleh al-Abrâsyi bahwa salah satu tujuan dari pendidikan
Islam adalah menyeimbangkan dunia dan akhirat.
Jadi, zuhud yang dimaksud adalah usaha meninggalkan hal
yang berlebih-lebihan, walaupun halal, menunjukkan sikap hemat,
dan menghindari gemerlap dunia.[13] Berkaitan dengan
guru, hendaknya seorang guru meninggalkan hal-hal
yang haram dan benar-benar tulus mengajar dan bekerja keras secara profesional.
Meninggalkan suap, manipulasi, korupsi, menindas, dan
lain sebagainya, hanyauntukmencarikeridhaan Allah.
b.
Memiliki jiwa yang bersih dari sifat dan akhlak
yang tercela
Guru adalah cermin bagi siswanya,
setiap tindak-tanduknya akan ditiru oleh mereka,
maka suatu keharusan bagi seorang
guru untuk membersihkan diri dari dosa dan sifat-sifat tercela
yang akan mengotori jiwanya.
Al-Abrasyi mengemukakan bahwa seorang
guru harus bersih tubuh dan anggota tubuhnya,
jauh dari dosa dan kesalahan,
bersih jiwa, terhindar dari dosa besar,
sifatriya’ (mencari nama), dengki, permusuhan, perselisihan,
dan lainnya dari sifat-sifat tercela.
c.
Ikhlas dalam melaksanakan tugasnya
Sikap tulus dari hati dan rela berkorban untuk anak didik,
yang diwarnai dengan kejujuran,
keterbukaan, dan kesabaran merupakan motivasi seseorang untuk melakukan pekerjaan menjadi seorang
guru yang baik. Lebih lanjut, al-Abrasyi mengemukakan bahwa keikhlasan seorang
guru di dalam pekerjaannya adalah jalan terbaik kearah suksesnya
di dalam tugas dan kesuksesan anak didiknya.[14]
d.
Bersifat Pemaaf dan Sabar
Berkaitan dengan tugas
guru yang tidak hanya transfer
of knowledge, tetapi juga membimbing dan mendidik siswanya untuk mengembangkan potensi
yang dimiliki, maka sifat pemaaf dan sabar harus selalu melekat pada diri seorang
guru. Begitu juga, harus dapat menyembunyikan kemarahannya dan menampakkan kesabarannya.
Al-Abrasyi mengatakan bahwa seorang
guru harus bersifat pemaaf terhadap siswanya,
sanggup menahan diri,
menahan kemarahan, lapang hati,
banyak sabar, dan tidak marah disebabkan hal-hal
yang sepele.
e.
Mencintai siswanya seperti mencintai anaknya sendiri
Dalam memperlakukan siswa,
al-Abrasyi sejalan dengan
Al-Ghazali yang mengharuskan seorang guru agar mencintai siswanya seperti mencintai anak kandungnya sendiri.
al-Abrasyi mengatakan bahwa
guru harus mencintai siswanya seperti cintanya terhadap anaknya sendiri dan memikirkan mereka seperti ia memikirkan keadaan anaknya sendiri.
f.
Mengenali bakat, tabi’at dan karakter siswa-siswanya
Al-Abrasyi mengemukakan
guru harus mengetahui tabi’at
(pembawaan), adat (kebiasaan), rasa, dan pemikiran siswanya,
agar ia tidak salah dalam mendidik mereka. Pengetahuan
guru akan tabi’at, kebiasaan, rasa, dan pemikiran siswa atau bias dikatakan psikologi perkembangan anak akan sangat membantu
guru dalam menjalankan tugasnya.
Terutama dalam pemilihan materi,
guru akan mudah memilih materi sesuai dengan tingkat pemikiran siswa dan memilih metode
yang akan memudahkan mereka memahami materi.
g.
Menguasai bidang studi yang akan diajarkannya
Kompetensi ini merupakan kewajiban bagi seorang
guru. Bahkan seiring dengan perkembangan zaman,
guru harus selalu memperdalam pengetahuan dan memperluas wawasannya
agar ilmunya tidak usang,
out of date, dan tidak sesuai dengan perkembangan zaman.
Al-Abrasyi menjelaskan bahwa
guru harus sanggup menguasai bidang studi
yang diberikannya, serta memperdalam pengetahuannya tentang itu,
sehingga bidang studi tersebut tidak bersifat dangkal,
tidak melepaskan dahaga,
dan tidak mengenyangkan lapar.
Kode etik guru Indonesia dapat dirumuskan sebagai himpunan
nilai-nilai dan norma-normaprofesiguru yang tersusun dengan baik, sistematik
dalam suatu system yang utuh dan bulat.Adapun teks kode etik guru Indonesia
yang telah disempurnakan terdiri atas:
a)
Guru berbakti membimbing
peserta didik, untuk membentuk manusia Indonesia yang seutuhnya yang berjiwa
pancasila.
b)
Guru memiliki dan
melaksanakan kejujuran professional.
c)
Guru memperoleh informasi
tentang peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan.
d)
Guru menciptakan suasana
sekolah yang sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya prosesbelajar mengajar.
e)
Guru memelihara hubunngan
baik dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya untuk membina pesan serta
rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan.
f)
Guru secara pribadi dan
bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya. Guru
memelihara hubungan se-profesi, semangat kekeluargaan dan kesetiakawanan
social.
g)
Guru secara bersama-sama
memelihara dan meningkatkan mutu organi8sasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan
pengabdian.
h)
Guru melaksanakan segala
kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan.
E.
Kriteria
Guru Ideal
Berdasarkan Undang-Undang, guru merupakan tenaga
pendidik profesional yang mempunyai tugas utama untuk mendidik, membimbing,
mengajar, mengarahkan, menilai, melatih, serta mengevaluasi murid pada
pendidikan jalur pendidikan formal. Sosok guru
ideal
merupakan guru profesional. Guru profesional merupakan guru yang bisa melakukan
tugasnya dengan baik.
Guru ideal yang diinginkan oleh
siswa adalah guru yang bisa menjalin hubungan baik dengan muridnya. Guru yang
bisa menjalin hubungan baik dengan muridnya akan mengerti bagaimana menghadapi
murid-muridnya. Guru tersebut mengetahui metode apa yang tepat untuk mengajar
muridnya. Berbagai metode pengajaran telah dijelaskan oleh para ahli dan guru
tinggal mengaplikasikannya sesuai dengan kondisi murid.
Guru Ideal
menurut Prof Herawati Susilo MSc PhD, pakar pendidikan Universitas Negeri
Malang, ada enam kriteria guru ideal yaitu: Belajar sepanjang hayat, literat
sains dan teknologi, menguasai bahasa inggris dengan baik, terampil
melaksanakan penelitian tindakan kelas, rajin menghasilkan karya tulis ilmiah,
dan mampu membelajarkan peserta didik berdasarkan filosofi konstruktivisme
dengan pendekatan kontekstual.[15]
Berdasarkan penjelasan di atas, ada beberapa
kriteria guru ideal yang seharusnya dimiliki bangsa Indonesia di abad 21 ini. Pertama,
dapat membagi waktu dengan baik. Dapat membagi waktu antara tugas utama
sebagai guru dan tugas dalam keluarga, serta dalam masyarakat. Kedua, rajin
membaca. Ketiga, banyak menulis. Keempat, gemar melakukan
penelitian. Keempat kriteria tersebut merupakan hal yang diperlukan seorang
guru untuk menjadi guru ideal.
Dari beberapa pengertian di atas, guru ideal
dapat dijelaskan sebagai berikut. Pertama, guru yang memahami benar
profesinya. Profesi guru adalah profesi yang mulia. Dia adalah sosok yang
selalu memberi dengan tulus dan tak mengharapkan imbalan apapun, kecuali ridha
dari Tuhan pemilik bumi. Falsafah hidupnya adalah tangan di atas lebih mulia
daripada tangan di bawah. Hanya memberi tak harap kembali. Dia mendidik dengan
hatinya. Kehadirannya dirindukan oleh peserta didiknya. Wajahnya selalu ceria,
senang, dan selalu menerapkan 5S (salam, sapa, sopan, senyum, dan sabar) dalam
kesehariannya.
Kedua, guru yang ideal adalah guru yang rajin membaca
dan menulis. Wawasan guru yang rajin membaca akan terlihat dari cara bicara dan
menyampaikan pelajarannya. Guru yang ideal adalah guru yang juga rajin menulis.
Bila guru malas membaca, maka sudah bisa dipastikan dia akan malas pula untuk
menulis. Guru yang terbiasa membaca, akan terbiasa menulis. Dari membaca itulah
guru mampu membuat kesimpulan dari bacaannya, kemudian kesimpulan itu ia
tuliskan kembali dalam gaya bahasanya sendiri.
Ketiga, guru yang ideal adalah guru yang sensitif
terhadap waktu. Guru yang kurang memanfaatkan waktunya dengan baik, tidak akan
menorehkan banyak prestasi dalam hidupnya. Dia akan terbunuh oleh waktu yang ia
sia-siakan. Karena itu, guru harus sensitif terhadap waktu.
Keempat, guru yang ideal adalah guru yang kreatif dan
inovatif.Guru yang kreatif adalah guru yang selalu bertanya pada dirinya
sendiri, apakah dia sudah menjadi guru yang baik? Apakah dia sudah mendidik
dengan benar? Apakah anak didiknya mengerti pelajaran yang dia sampaikan? Dia
selalu introspeksi dan memperbaiki diri. Dia selalu merasa kurang dalam proses
pembelajarannya. Dia tidak pernah puas dengan apa yang dia lakukan. Selalu ada
inovasi baru yang dia ciptakan dalam proses pembelajarannya melalui Penelitian
Tindakan Kelas (PTK). Dia selalu belajar sesuatu yang baru, dan merasa tertarik
untuk membenahi cara mengajarnya.[16]
Terakhir, guru yang ideal adalah guru yang
memiliki lima kecerdasan.Kelima kecerdasan itu adalah kecerdasan intelektual,
kecerdasan moral, kecerdasan sosial, kecerdasan emosional, dan kecerdasan
motorik. Kecerdasan intelektual harus diimbangi dengan kecerdasan moral, Sebab,
kecerdasan intelektual yang tidak diimbangi dengan kecerdasan moral akan
menghasilkan peserta didik yang hanya mementingkan keberhasilan ketimbang
proses. Kecerdasan moral akan mengawal kecerdasan
intelektual, sehingga ia mampu berlaku jujur dalam situasi apa pun. Kejujuran
adalah kunci keberhasilan dan kesuksesan.
Selain itu, kecerdasan sosial juga harus
dimiliki oleh guru ideal agar tidak egois. Dia harus mampu bekerja sama dengan
karakter orang lain yang berbeda-beda. Kecerdasan emosional juga harus
ditumbuhkan agar guru tidak mudah marah, tersinggung, dan
mudah melecehkan orang lain. Sedangkan kecerdasan motorik diperlukan agar guru
mampu melakukan mobilisasi yang tinggi sehingga mampu bersaing dalam memperoleh
hasil yang maksimal.
BAB III
PENUTUP
Guru merupakan tenaga pendidik
profesional yang mempunyai tugas utama untuk mendidik, membimbing, mengajar,
mengarahkan, menilai, melatih, serta mengevaluasi murid pada pendidikan jalur
pendidikan formal. Sosok guru ideal
merupakan guru profesional. Guru profesional merupakan guru yang bisa melakukan
tugasnya dengan baik. Guru ideal
yang diinginkan oleh siswa adalah guru yang bisa menjalin hubungan baik dengan
muridnya. Guru yang bisa menjalin hubungan baik dengan muridnya akan mengerti
bagaimana menghadapi murid-muridnya. Guru tersebut mengetahui metode apa yang
tepat untuk mengajar muridnya. Berbagai metode pengajaran telah dijelaskan oleh
para ahli dan guru tinggal mengaplikasikannya sesuai dengan kondisi murid.
Guru adalah semua orang yang berwenang dan bertanggung
jawab terhadap pendidikan murid-murid,
baik secara individual maupun klasikal, baik di sekolah maupun di luar
sekolaah. Mengingat demikian berat tugas dan pekerjaan guru, maka ia harus
memenuhi persyaratan-persyaratan pokok yang mungkin seimbang dengan posisi
untuk menjadi guru. Tidak semua orang dapat dengan mudah melakukannya, apalagi
mengingat posisi guru seperti yang terjadi di Indonesia dewasa ini. Di samping
berat tugasnya, dia harus merelakan sebagian hidupnya untuk mengabdi kepada
masyarkat, meskipun imbalan gaji guru sangat tidak memadai, bila dibandingkan dengan profesi lainnya. Tidak
sembarang orang dapat melaksanakan tugas profesional sebagai seorang guru. Untuk
menjadi guru yang baik haruslah memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan oleh
pemerintah. Syarat utama untuk menjadi seorang guru, selain berijazah dan
syarat-syarat mengenai kesehatan jasmani dan rohani, ialah mempunyai
sifat-sifat yang perlu untuk dapat memberikan pendidikan dan pembelajaran.
Beberapa tantangan
globalisasi yang harus disikapi guru dengan mengedepankan profesionalisme
adalah sebagai berikutperkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu
cepat dan mendasar, krisis moral yang melanda bangsa dan negara Indonesia, krisis
sosial. Seperti kriminalitas, kekerasan, pengangguran, dan kemiskinan yang
terjadi dalam masyarakat dan krisis identitas sebagai bangsa dan negara
Indonesia.
Agar dapat
mewujudkan dan mengembangkan sikap profesionalisme seorang guru adalah dengan
mengetahui kompetensi yang ideal bagi seorang guru yang terdiri atas pengetahuan
dan sifat serta etika yang harus dimiliki oleh guru.
Berdasarkan penjelasan di atas, ada beberapa
kriteria guru ideal yang seharusnya dimiliki bangsa Indonesia di abad 21 ini. Pertama,
dapat membagi waktu dengan baik. Dapat membagi waktu antara tugas utama
sebagai guru dan tugas dalam keluarga, serta dalam masyarakat. Kedua, rajin
membaca. Ketiga, banyak menulis. Keempat, gemar melakukan penelitian.
Keempat kriteria tersebut merupakan hal yang diperlukan seorang guru untuk
menjadi guru ideal.
DAFTAR
PUSTAKA
Darmadi, Hamid. 2012. Kemampuan Dasar Mengajar (Landasan dan
Konsep Implementasi). Bandung: Alfabeta
Din wahyudi dkk.2008. Pengantar
Pendidikan. Jakarta: Universitas Terbuka.
Kunandar.
2009. Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP). Jakarta: Rajawali Pers
Nata, Abuddin. 2005. FilsafatPendidikan Islam. Jakarta: Gaya Media Pratama
Satori, Djaman dkk.. 2008. Profesi Keguruan. Jakarta:
Universitas Terbuka
Suatmadja,
Nursid dan Kusmaya Wihardit. 2007. Perspektif global. Jakarta:Universitas
Terbuka
Syukur, Amin.1997.
Zuhud di Abad Modern .Yogyakarta: PustakaPelajar.
Tafsir,Ahmad. 1991.
Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam.Bandung:Remaja Rosdakarya.
Uno, Hamzah B. 2007. Profesi Kependidikan. Jakarta: Bumi
Aksara.
[1]Ahmad Tafsir, IlmuPendidikandalamPerspektif Islam (Bandung:RemajaRosdakarya,
1991), hlm.80.
[2] Hamid Darmadi,
Kemampuan Dasar Mengajar (Landasan dan Konsep Implementasi), (Bandung:
Alfabeta, 2012), hlm. 11
[4] Kunandar, Guru
Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP),
(Jakarta: Rajawali Pers, 2009), hlm. 29
[5] Hamzah B. Uno,
Profesi Kependidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), hal.29
[7] Nursid suaatmadja
dan Kusmaya Wihardit, Perspektif global,
(Jakarta: Universitas Terbuka, 2007), hlm.19
[8] Din wahyudi
dkk. Pengantar Pendidikan, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2008), hlm. 32
[9] Hamid Darmadi,
Kemampuan Dasar Mengajar (Landasan dan Konsep Implementasi),
(Bandung: Alfabeta, 2012), hlm. 38
[11]AbuddinNata, FilsafatPendidikan Islam (Jakarta:
Gaya Media Pratama, 2005), hlm. 125.
[13]M. Amin Syukur, Zuhud di Abad Modern (Yogyakarta: PustakaPelajar,
1997), hlm.182.
[14]Op.cit, hlm. 92
[15] Djaman Satori,
dkk, Profesi Keguruan, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2008), hlm. 12
0 komentar:
Posting Komentar