300x250 AD TOP

OKTARI YULIKA. Diberdayakan oleh Blogger.

Mengenai Saya

Foto saya
PALEMBANG, SUMATRA SELATAN, Indonesia
Nama lengkap : Oktari Yulika Nama Panjang : Oktariiiiiiiii yulikaaaaa (haha :D) Calon Imam (Amin) yang akan berjuang bersama menuju kesuksesan : Perry Agung Saputra Hal-hal yang ingin di capai : Ingin bergentayangan di dunia maya tanpa biaya akomodasi internet "seumur hidup" (woiii siapa yang kagak mau tuh haha), sama ingin punya duit dengan angka nol sebanyak 18 digit berjejer rapi (kayak paskiraka gituu :D) dibelakang angka 1 haha biar bisa beli tiket ke surga untuk semuuuaa orang ,, (tapii semuaa berubah saat negara api menyerang ),. Hal-hal yang tidak disukai : menunggu... dari jaman joko tingkir, joko tarub, joko golog, sampe sekarang jaman jokowi.. Yang namanya nunggu itu emang bener-bener gak menyenangkan,. apa lagi menunggu sesuatu yang tak pastii (huuhh gak bangeet deh :p, tpi kok aneh nya banyak orang yang ngelakuin hal itu, bahkan aku sendiri pun mengakui pernah melakukannya,, Dan Catat : LEBIH dari sekali,... BEGOO!!!)

Salah satu naskah drama sewaktu masa SMA

Cinderella Sendal Jepit :D

Assalammualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh Haiiii Teman-teman di manapun anda berada *baik dunia maupun akherat hehe*.. Kembali lagi di po...

Followers

Labels

Translate

Blogger news

Selasa, 12 Juli 2016

Tagged under:

Profil Guru Ideal di Era Global

PROFIL GURU IDEAL DI ERA GLOBAL
 
Kelompok 9
Inas  Alviyah Adibah  (14221044)
Muthiah Fildzah N     (14221063)
Nurzulaiha                   (14221071)
Oktari Yulika              (14221072)



Dosen Pengampu
Tutut Handayani, M.Pd.I








PROGRAM  STUDI  PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS  TARBIYAH  DAN  KEGURUAN
UNIVERSITAS  ISLAM  NEGERI  RADEN  FATAH  PALEMBANG
2016


BAB I
PENDAHULUAN

Islam sangat menjunjung tinggi peran seorang guru sehingga menempatkan langsung kedudukannya setelah para Nabi dan  Rasul. Hal itu disebabkan guru selalu dihubungkan dengan ilmu pengetahuan dan Islam sangat menjunjung tinggi ilmu pengetahuan. Sebagai seorang yang mengajarkan ilmunya, guru harus menjaga sikap dan tingkah lakunya sehingga mencerminkan pribadi luhur. Seiring dengan perkembangan zaman, mulai terjadi pergeseran hubungan guru dan siswa. Kedudukan guru semakin menurun, harga karya guru semakin tinggi dan penghargaan terhadap dirinya semakin rendah.[1]
Guru merupakan unsure penting di dalam keseluruhan system pendidikan. Menurut UU No. 14 tahun 2005 guru merupakan pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidkan menengah.
Keberhasilan pendidikan merupakan campur tangan baik secara langsung maupun tidak langsung dari para guru. Di jaman yang semakin maju seorang guru dituntut untuk menjadi seorang yang idealis dan profesional. Berbagai upaya dilakukan sehingga mampu menjadi guru sesuai dengan harapan seluruh pihak yang berkepentingan. Di era globalisasi panggilan jiwa untuk mengabdi menjadi seorang guru mesti diimbangi dengan berbagai kompetensi yang harus dimiliki secara utuh.
Guru adalah pelaku perubahan. Gagasan ini menjadikan guru harus peka dan tanggap terhadap berbagai perubahan, pembaharuan serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sejalan dengan tuntutan masyarakat dan perkembangan zaman. Di sinilah tugas guru semestinya harus senantiasa mengembangkan wawasan ilmu pengetahuan, meningkatkan kualitas pendidikannya hingga apa yang diberikan kepada peserta didiknya tidak lagi terkesan ketinggalan zaman. Bahkan tidak sesederhana itu saja, ciri guru ideal di era globalisasi seperti saat ini perlu tampil sebagai pendidik, pengajar, pelatih, inovator dan dinamisator secara sekaligus dan integral dalam mencerdaskan anak didiknya.
Proses globalisasi merupakan keharusan sejarah yang tidak mungkin dihindari, dengan segala berkah dan mudhoratnya. Bangsa dan negara akan dapat memasuki era gloabalisasi dengan tegar apabila memiliki pendidikan yang berkualitas. Kualitas pendidikan,  terutama ditentukan oleh proses belajar mengajar yang berlangsung di ruang-ruang kelas. Dalam proses belajar mengajar tersebut guru memegang peran yang penting. Guru adalah kreator proses belajar mengajar. Ia adalah orang yang akan mengembangkan suasana bebas bagi siswa untuk mengkaji apa yang menarik minatnya, mengekspresikan ide-ide dan kreatifitasnya dalam batas-batas norma-norma yang ditegakkan secara konsisten. Sekaligus guru akan berperan sebagai model bagi anak didik. Kebesaran jiwa, wawasan dan pengetahuan guru atas perkembangan masyarakatnya akan mengantarkan pada siswa untuk dapat berfikir melewati batas-batas kekinian, berfikir untuk menciptakan masa depan yang lebih baik.
Dari pendahuluan diatas materi yang akan dibahas adalah sebagai berikut :
1.      Profesi Guru Ideal
2.      Profil dan Persyaratan Guru
3.      Guru dan Tantangan Globalisasi
4.      Kompetensi Ideal Bagi Seorang Guru
5.      Kriteria Guru Ideal



BAB II
PEMBAHASAN

A.      Profesi Guru Ideal
Guru merupakan unsure penting di dalam keseluruhan system pendidikan. Menurut UU No. 14 tahun 2005 guru merupakan pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidkan menengah.
Pekerjaan profesional dapat dikelompokkan kedalam dua kategori : Hard Profession dan  Soft Profesion. Suatu pekerjaan dapat dikategorikan sebagai hard profession apabila pekerjaaan tersebut dapat didetailkan dalam prilaku dan langkah-langkah yang jela dan relatif pasti.Profesi guru adalah lebih cocok dikategorikan sebagai soft profession.  Karena dalam mengajar guru dapat melaksanakan dengan berbagai cara yang tidak harus mengikuti suatu prosedur baku, dan aspek dan “sense” dan “art” memegang peran yang amat penting. Misalnya, mungkin saja seorang guru mengajar dengan menyajikan kesimpulan pada awal pelajaran yang kemudian baru dilaksanakan pembahasan. Pada kesempatan lain, ia mengajar dengan menyampaikan bahasan dulu baru menarik kesimpulan. Kalau dokter membedah dahulu baru kemudian membius bearti berarti dokter tersebut melakukan malpraktek, dan pasti akan menghasilkan kecelakaan.[2]
Mengajar merupakan suatu seni untuk mentransfer pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai yang diarahkan oleh nilai-nilai pendidikan, kebutuhan-kebutuhan individu siswa, kondisi lingkungan,  dan keyakinan yang dimiliki oleh guru. Dalam proses belajar mengajar, guru adalah orang yang akan mengembangkan suasana bebas bagi siswa untuk mengkaji apa yang menarik, mengekspresikan ide-ide dan kretifitasnya dalam batas norma-norma yang ditegakan secara konsisten. Sekaligus guru akan berperan sebagi model bagi para siswa. Kebesaran jiwa, wawasan dan pengetahuan guru atas perkembangan masyarakatnya akan mengantarkan para siswa untuk dapat berfikir melewati batas-batas kekinian, berfikir untu menciptakan masa depan yang lebih baik. Dalam  melaksanakan tugas tersebut guru akan dihadapkan pada berbagai problem yang muncul dan sebagian besar problem tersebut harus segera dipecahkan serta diputuskan pemecahannya oleh guru itu sendiri pada waktu itu pula. Sebagai konsekuensinya, yang akan dan harus dilakukan oleh guru tidak mungkin dapat dirumuskan dalam suatu prosedur yang baku.[3]
Guru ideal merupakan guru profesional.  Guru profesional merupakan guru yang bisa melakukan tugasnya dengan baik. Guru ideal yang diinginkan oleh siswa adalah guru yang bisa menjalin hubungan baik dengan muridnya. Guru yang bisa menjalin hubungan baik dengan muridnya akan mengerti bagaimana menghadapi murid-muridnya. Guru tersebut mengetahui metode apa yang tepat untuk mengajar muridnya.[4]
Guru ideal adalah guru yang memiliki empat kompetensi guru. Guru ideal merupakan guru yang memahami benar profesinya, rajin membaca dan menulis, sensitif terhadap waktu, kreatif dan inovatif.

B.  Profil dan Persyaratan Guru
Untuk melihat profil dan persyaratan guru lebih dahulu dicermati siapa sebenarnya guru itu. Guru, secara sederhana dapat diartiak sebaggai orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik. Karena tugasnya itulah, ia dapat menambah kewibawaannya dan keberadaan guru sangat diperlukan masyarakat. Mereka tidak meragukan lagi akan urgensinya guru bagi anak didik daan yakin sepenuhnya bahwa hanya dengan gurulah anak-anak mereka alan tumbuh berkembang, terdidik, pintar dan berkepribadian baik. Dengan demikian, guru harus mampu menjaga kepercayaan masyarakat yang diberikan kepadanya. Karena dengan itulah guru diposisikan sebagai sosok yang disebut-sebut sebagai guru profesional.
Guru adalah semua orang yang berwenang dan bertanggung jawab terhadap pendidikan  murid-murid, baik secara individual maupun klasikal, baik di sekolah maupun di luar sekolaah. Mengingat demikian berat tugas dan pekerjaan guru, maka ia harus memenuhi persyaratan-persyaratan pokok yang mungkin seimbang dengan posisi untuk menjadi guru. Tidak semua orang dapat dengan mudah melakukannya, apalagi mengingat posisi guru seperti yang terjadi di Indonesia dewasa ini. Di samping berat tugasnya, dia harus merelakan sebagian hidupnya untuk mengabdi kepada masyarkat, meskipun imbalan gaji guru sangat tidak memadai, bila dibandingkan dengan profesi lainnya.
Tidak sembarang orang dapat melaksanakan tugas profesional sebagai seorang guru. Untuk menjadi guru yang baik haruslah memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan oleh pemerintah. Syarat utama untuk menjadi seorang guru, selain berijazah dan syarat-syarat mengenai kesehatan jasmani dan rohani, ialah mempunyai sifat-sifat yang perlu untuk dapat memberikan pendidikan dan pembelajaran. Selanjutnya, dari syarat-syarat tersebut dapat dijabarkan secara lebih terperinci sebagai berikut:[5]
1.    Guru harus sehat rohani dan jasmani
Kesehatan jasmani dan rohani merupakan salah satu syarat penting dalam setiap pekerjaan. Seseorang tidak akan melaksanakan tugasnya dengan baik jika ia diserang suatu penyakit. Sebagai seorang guru syarat tersebut merupakan syarat mutlak yang tidak dapat diabaikan. Misalnya saja seorang guru yang sedang terkena penyakit menular tentu saja akan membahayakan bagi peserta didiknya.
2.    Guru harus bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berkelakuan baik
Sesuai dengan tujuan pendidikan, yaitu membentuk manusia susila yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa maka sudah selayaknya guru sebagai pendidik harus dapat menjadi contoh dalam melaksanakan ibadah dan berkelakuan baik.
3.    Guru haruslah orang yang bertanggung jawab
Tugas dan tanggung jawab seorang guru sebagai seorang pendidik, pembelajar, dan pembimbing bagi peserta didik selama proses pembelajaraan berlangsung yang telah dipercayaakan orangtua atau wali kepadanya supaya dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Selain itu, guru juga bertanggung jawab terhadap keharmonisan perilaku masyarakat dan lingkungan disekitarnya.
4.    Guru di Indonesia harus berjiwa Nasional
Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa yang mempunyai bahasa dan adat-istiadat berlainan. Untuk menanamkan jiwa kebangsaan merupakan tugas utama seorang guru, karena itulah guru harus terlebih dahulu berjiwa nasional.
5.      Berilmu 
Banyak remaja masa kini yang masuk kuliah sekedar untuk memperoleh secarik lembar ijazaah, akhirnya menjadikan diri mereka merugi karena ijazah yang mereka dapat tidak dibarengi dengan ilmu yang memadai. Ijazah bukan segala-galanya. Bahwa guru harus mempunyai ijazah memang benar.  Akan tetapi jelas tidak cukup selembar ijazah yang tidak disertai dengan keluasan dan kedalaman ilmu pengetahuan, terutama bidang ilmu yang ditekuninya. Guru yang dangkal penguasaan ilmunya, akan mengalami kesulitan dalam berinteraksi dengan para muridnya, apalagi untuk masa kini dan yang akan datang. Saat ini saja, para murid telah berpikir bahwa sumber pengetahuan sangat banyak, misalnya TV, radio, internet, diskusi, konferensi, email, majalah, buku-buku dan sebagainya. Bila guru tidak menunjukkan kebolehannya dalam menampilkan dirinya sebagai guru, niscaya akan ditinggalkan oleh para muridnya, sekuraang-kurangnya akan diacuhkan.
6.      Berkelakuan baik
Mengingat salah satu tugas guru adalah untuk mengembangkan akhlak yang mulia. Maka sudah barang tentu dia harus memberikan contoh untuk berakhlak mulia terlebih dahulu. Diantara akhlak mulia yang harus dicerminkan dalam kehidupan seorang guru adalah sikap bersabar mengahadapi suatu persoalan, berdisiplin dalam melaksanaakan tugas, jujur dalam menyelesaaikan persoalan, bersikap adil kepada semua orang, tidak pilih kasih, mampu menjalin kerjasama dengan orang lain, gembira memberikan pertolongan kepada orang lain, menunjukkan kepedulian sosial yang tinggi dan lain-lain.
Syarat-syarat di atas adalah syarat umum yang berhubungan dengan jabatan sebagai seorang guru. Selain itu, ada pula syarat lain yang sangat erat hubungannya dengan tugas guru di sekolah, sebagai berikut:[6]
1.    Harus adil dan dapat dipercaya.
2.    Sabar, rela berkorban, dan  menyayangi peserta didiknya.
3.    Memiliki kewibawaan dan tanggung jawab akademisnya.
4.    Bersikap baik pada rekan guru, staf di sekolah dan masyarakat.
5.    Harus memiliki wawasan pengetahuan yang luas dan menguasai benar mata pelajaran yang dibinanya.
6.    Harus berupaya meningkatkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Sebagai kesimpulan,  keberhasilan seorang guru dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai seorang pengajar sangat tergantung pada diri pribadi masing-masing guru dalam lingkungan tempat ia bertugas.

C.  Guru dan Tantangan Globalisasi
Globalisasi merupakan keniscayaan bagi semua bangsa. Bangsa Indonesia sudah mulai merasakan bagaimana manis dan pahitnya terbawa arus globalisasi. Gerakan reformasi yang berhasil menumbangkan rezim Soeharto tidak lepas dari berkah reformasi. Sebaliknya, merebaknya kejahatan dan pornografi, misalnya, tidak dapat dilepaskan dari rasa pahit globalisasi. Globalisasi akan membawa perubahan yang mencakup hampir semua aspek kehidupan, termasuk bidang teknologi, ekonomi dan sosial politik.
Era globalisasi ditandai dengan adanya persaingan yang semakin tajam, padatnya informasi, kuatnya komunikasi, dan keterbukaan. Tanpa adanya kemampuan ini maka Indonesia akan tertinggal jauh dan terseret oleh arus globalisasi yang semakin dahsyat.[7]
Kehidupan global memungkinkan manusia untuk dapat menggunakan fasilitas yang tersedia, seperti teknologi canggih, belajar, berkomunikasi dan bertukar informasi melalui internet. Dengan fasilitas tersebut, manusia dapat menikmati untuk dapat meningkatkan pengetahuan, wawasan, keterampilan, dan sikapnya yang pada gilirannya akan meningkatkan kesejahteraan hidupnya baik secara fisik, psikis,  maupun sosial.[8]
Globalisasi telah mengubah cara hidup manusia sebagai individu, sebagai warga masyarakat dan sebagai warga bangsa. Tidak seorang guru pun yang dapat menghindasri dari arus globalisasi. Setiap individu dihadapkan pada dua pilihan, yakni dia menempatkan dirinya dan berperan sebagai pemain dalam arus perubahan globalisasi, atau dia menjadi korban dan terseret derasnya arus globalisasi. Arus globalisasi juga masuk dalam wilayah pendidikan dengan berbagai implikasi dan dampaknya, baik positif maupun negatif. Dalam konteks ini tugas dan peranan guru sebagai ujung tombak dunia pendidikan sangat berperan.
Di dunia pendidikan, globalisasi akan mendatangkan kemajuan yang cepat, yakni munculnya media massa, khususnya media elektronik sebagai sumber ilmu dan pusat pendidikan. Dampak dari hal ini adalah guru bukannya satu-satunya sumber ilmu pengetahuan. Hasilnya, para siswa bisa menguasai pengetahuan yang belum dikuasai oleh guru. Oleh karena itu, tidak mengherankan pada era globalisasi ini, wibawa guru khususnya dan orang tua pada umumnya di mata siswa merosot. Kemerosotan wibawa orang tua dan guru dikombinasikan dengan semakin lemahnya kewibawaan tradisi-tradisi yang ada di masyarakat, seperti gotong-royong dan tolong menolong telah melemahkan kekuatan-kekuatan sntripetal yang berperan penting dalam menciptakan kesatuan sosial. Akibat lanjut bisa dilihat bersama, kenakalan dan tindak menyimpang dikalangan reamaja dan pelajar semakin meningkat dalam berbagai bentuknya, seperti perkelahian, corat-coret, pelanggaran lalu lintas sampai tindak kejahatan.
Di sisi lain, pengaruh-pengaruh pendidikan yang mengembangkan kemampuan untuk mengendalikan diri, kesabara, rasa tanggung jawab, solidaritas sosial, memelihara lingkungan baik sosial maupun fisik, hormat kepada orang tua dan rasa keberagamaan yang dijadikan dalam kehidupan bermasyarakat, justru semakin melemah. Para mendidik, khususnya para guru, lebih khusus lagi para pendidik dan guru yang berkecimpung pada sekolah keagamaan atau sekolah yang dikelola oleh Organisasi Keagamaan, harus mengambil perhatian masalah ini dan mencari cara-cara pemecahannya.
Tugas dan peran guru dari hari ke hari semakin berat, seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Guru sebagai komponen utama dalam dunia pendidikan dituntut untuk mampu mengimbangi bahkan melampaui perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang dalam masyarakat. Melalui sentuhan guru di sekolah dihaapkan mampu menghasilkan peserta didik yang memiliki kompetensi tinggi dan siap menghadapi tantangan hidup dengan penuh keyakinan dan percaya diri yang tinggi. Sekarang dan kedepan, sekolah (pendidikan) harus mampu menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas, baik secara keilmuan (akademis) maupun secara mental. Oleh karena itu, dibutuhkan sekolah yang unggul yang memiliki ciri-ciri:[9]
1.      Kepala sekolah yang dinamis dan komunikatif dengan kemerdekaan memimpin menuju visi keunggulan pendidikan
2.      Memiliki visi, misi dan strategi untuk mencapai tujuan yang telah diru,uskan dengan jelas
3.      Guru-guru yang kompeten dan berjiwa kader yang senantiasa bergairah dalam melaksanakan tugas profesionalnya secara inovatif
4.      Siswa-siswa yang sibuk, bergairah dan bekerja keras dalam mewujudkan perilaku pembelajaran
5.      Masyarakat dan orang tua yang berperan serta dalam menunjang pendidikan.
Beberapa tantangan globalisasi yang harus disikapi guru dengan mengedepankan profesionalisme adalah sebagai berikut:[10]
1.      Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu cepat dan mendasar.
Dengan kondisi ini guru harus bisa menyesuaikan diri dengan responsif, arif dan bijaksana. Responsif artinya guru harus bisa menguasai dengan baik produk iptek, terutama yang berkaitan dengan dunia pendidikan, seperti pembelajaran dengan menggunakan multimedia. Tanpa penguasaan iptek yang baik, maka guru akan tertinggal dan menjadi korban iptek serta menjadi guru yang “isoku iki”

2.      Krisis moral yang melanda bangsa dan negara Indonesia.
Akibat pengaruh iptek dan globalisasi telah terjadi pergeseran nilai-nilai yang ada dalam kehidupan masyarakat. Nilai-nilai tradisional yang sangat menjunjung tinggi moralitas kini sudah bergeser seiring dengan pengaruh iptek dan globalisasi. Di kalangan remaja sangat terasa akan pengaruh iptek dan globalisasi. Pengaruh hiburan baik cetak maupun elektronik yang menjurus pada hal-hal pornografi telah menjadikan remaja tergoda dengan kehidupan yang menjurus pada pergaulan bebas dan materialisme. Mereka sebenarnya hanya menjadi korban dari globalisasi yang selalu menuntut kepraktisan, kesenangan belaka (hedonisme) dan budaya instan.
Salah satu survei yang dilakukan sebuah lembaga di Yogyakarta menunjukkan angka yang mengkhawatirkan, yaitu sekitar 10% siswa SMP di kota itu pernah berhubungan badan. Tentu saja hasil survei tersebut mengejutkan kita semua, mengingat rata-rata usia siswa SMP 12-15 tahun, suatu usia yang masih belum waktunya untuk melakukan hubungan seperti layaknya suami istri. Di samping itu, kita mengenal bahwa Yogyakarta merupakan kota pelajar. Ini sangat ironis bila dihubungkan dengan kenyataan yang ada. Fenomena tersebut menunjukkan bahwa arus globalisasi, terutama yang bersifat negatif, bila tidak hati-hati akan menghancurkan generasi muda dengan perilaku-perilaku yang menyimpang.
3.      Krisis sosial. Seperti kriminalitas, kekerasan, pengangguran, dan kemiskinan yang terjadi dalam masyarakat.
Akibat perkembangan industri dan kapitalisme maka muncul masalah-masalah sosial dalam masyarakat. Tidak semua lapisan masyarakat bisa mengikuti dan menikmati dunia industri dan kapitalisme. Mereka yang lemah secara pendidikan, akses dan ekonomi akan menjadi korban ganasnya industrialisasi dan kapitalisme. Ini merupakan tantangan guru untuk merespon realitas ini, terutama dalam dunia pendidikan. Sekolah sebagai lembaga pendidikan yang formal dan sudah mendapapt kepercayaan dari masyarakat harus mampu menciptakan peserta didik yang siap hidup situasi dan kondisi bagaimanapun. Dunia pendidikan harus menjadi solusi dari suatu masalah sosial (kriminalitas, kekerasan, pengangguran dan kemiskinan) bukan menjadi bagian bahkan penyebab dari masalah sosial tersebut.
4.      Krisis identitas sebagai bangsa dan negara Indonesia.
Sebagai bangsa dan negara di tengah bangsa-bangsa di dunia membutuhkan identitas kebangsaan (nasionalisme) yang tinggi dari warga negara Indonesia. Semangat nasionalisme dibutuhkan untuk tetap eksisnya bangsa dan negara Indonesia. Nasionalisme yang tinggi dari warga negara akan mendorong jiwa berkorban untuk bangsa dan negara sehingga akan berbuat yang terbaik untuk bangsa dan negara. Dewasa ini ada kecenderungan menipisnya jiwa nasionalisme di kalangan generasi muda. Hal ini dapapt dilihat dari beberapa indikator, seperti kurang apresiasinya generasi muda pada kebudayaan asli bangsa Indonesia, pola dan gaya hidup remaja yang lebih kebaratbaratan dan berbagai indikator lainnya. Melihat realitas di atas guru sebagai penjaga nilai-nilai termasuk nilai nasionalisme harus mampu memberikan kesadaran kepada generasi muda akan pentingnya jiwa nasionalisme dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

D.      Kompetensi Ideal Bagi Seorang Guru
Agar dapat mewujudkan dan mengembangkan sikap profesionalisme seorang guru adalah dengan mengetahui kompetensi yang ideal bagi seorang guru yang terdiri atas:
1.     Pengetahuan
Seorang guru harus memiliki pengetahuan yang banyak dan mendalam terhadap pekerjaan serta bidang pengetahuan yang diajarkannya. Untuk menghindarinya dalam kekeliruan dalam mentransfer informasi pengetahuan kepada peserta didik. Dalam rangka untuk memperoleh pengetahuan yang banyak, seorang guru dapat berusaha belajar sendiri dalam bertumbuh dalam jabatan. Profesionalisme itu melalui belajar terus menerus amat penting untuk mengasah diri dan meningkatkan pengetahuan yang dimilikinya.
2.      Sifat dan etika yang harus dimiliki oleh guru
Untuk dapat melaksanakan tugas secara profesional, seorang guru di samping harus menguasai pengetahuan yang akan diajarkan kepada siswa, juga harus memiliki sifat-sifat tertentu yang dengan sifat-sifat ini diharapkan apa yang diberikan oleh guru kepada siswanya dapat didengar dan dipatuhi, tingkah lakunya dapat ditiru dan diteladani dengan baik.[11]
Al-Abrasyi menyebutkan tujuh sifat yang harus dimiliki guru. Tujuh sifat tersebut dapat diuraikans ebagai berikut:[12]
a.       Bersifat zuhud
Zuhud berarti raghaba ‘ansyay’inwatarakahu, artinya tidak tertarik terhadap sesuatu dan meninggalkannya. Akan tetapi, zuhud yang dimaksud di sini bukan meninggalkan dunia sepenuhnya. Sebagaimana yang diungkap oleh al-Abrâsyi bahwa salah satu tujuan dari pendidikan Islam adalah menyeimbangkan dunia dan akhirat. Jadi, zuhud yang dimaksud adalah usaha meninggalkan hal yang berlebih-lebihan, walaupun halal, menunjukkan sikap hemat, dan menghindari gemerlap dunia.[13] Berkaitan dengan guru, hendaknya seorang guru meninggalkan hal-hal yang haram dan benar-benar tulus mengajar dan bekerja keras secara profesional. Meninggalkan suap, manipulasi, korupsi, menindas, dan lain sebagainya, hanyauntukmencarikeridhaan Allah.

b.      Memiliki jiwa yang bersih dari sifat dan akhlak yang tercela
Guru adalah cermin  bagi siswanya, setiap tindak-tanduknya akan ditiru oleh mereka, maka suatu keharusan bagi seorang guru untuk membersihkan diri dari dosa dan sifat-sifat tercela yang akan mengotori jiwanya. Al-Abrasyi mengemukakan bahwa seorang guru harus  bersih tubuh dan anggota tubuhnya, jauh dari dosa dan kesalahan, bersih jiwa, terhindar dari dosa besar, sifatriya’ (mencari nama), dengki, permusuhan, perselisihan, dan lainnya dari sifat-sifat tercela.

c.       Ikhlas dalam melaksanakan tugasnya
Sikap tulus dari hati dan rela berkorban untuk anak didik, yang diwarnai dengan kejujuran, keterbukaan, dan kesabaran  merupakan motivasi seseorang untuk melakukan pekerjaan menjadi seorang guru yang baik. Lebih lanjut, al-Abrasyi mengemukakan bahwa keikhlasan seorang guru di dalam pekerjaannya adalah jalan terbaik kearah suksesnya di dalam tugas dan kesuksesan anak didiknya.[14]

d.      Bersifat Pemaaf dan Sabar
Berkaitan dengan tugas guru yang tidak hanya transfer of knowledge, tetapi juga membimbing  dan mendidik siswanya untuk mengembangkan potensi yang dimiliki, maka sifat pemaaf dan sabar harus selalu melekat pada diri seorang guru. Begitu juga, harus dapat menyembunyikan kemarahannya dan menampakkan kesabarannya. Al-Abrasyi mengatakan bahwa seorang guru harus bersifat pemaaf  terhadap siswanya, sanggup menahan diri, menahan kemarahan, lapang hati, banyak sabar, dan tidak marah disebabkan hal-hal yang sepele.

e.       Mencintai siswanya seperti mencintai anaknya sendiri
Dalam memperlakukan siswa, al-Abrasyi sejalan dengan Al-Ghazali yang mengharuskan seorang guru agar mencintai siswanya seperti mencintai anak kandungnya sendiri. al-Abrasyi  mengatakan bahwa guru harus mencintai siswanya seperti cintanya terhadap anaknya sendiri dan memikirkan mereka seperti ia memikirkan keadaan anaknya sendiri.

f.       Mengenali bakat, tabi’at dan karakter siswa-siswanya
Al-Abrasyi mengemukakan guru harus mengetahui tabi’at (pembawaan), adat (kebiasaan), rasa, dan pemikiran siswanya, agar ia tidak salah dalam mendidik mereka. Pengetahuan guru akan tabi’at, kebiasaan, rasa, dan pemikiran siswa atau bias dikatakan psikologi perkembangan anak akan sangat membantu guru dalam menjalankan tugasnya. Terutama dalam pemilihan materi, guru akan mudah memilih materi sesuai dengan  tingkat pemikiran siswa dan memilih metode yang akan memudahkan mereka memahami materi.

g.      Menguasai  bidang studi yang akan diajarkannya
Kompetensi ini merupakan kewajiban bagi seorang guru. Bahkan seiring dengan perkembangan zaman, guru harus selalu memperdalam pengetahuan dan memperluas wawasannya agar ilmunya tidak usang, out of date, dan tidak sesuai dengan perkembangan zaman. Al-Abrasyi menjelaskan bahwa guru harus sanggup menguasai bidang studi yang diberikannya, serta memperdalam pengetahuannya tentang itu, sehingga bidang studi tersebut tidak bersifat dangkal, tidak melepaskan dahaga, dan tidak mengenyangkan lapar.

Kode etik guru Indonesia dapat dirumuskan sebagai himpunan nilai-nilai dan norma-normaprofesiguru yang tersusun dengan baik, sistematik dalam suatu system yang utuh dan bulat.Adapun teks kode etik guru Indonesia yang telah disempurnakan terdiri atas:
a)         Guru berbakti membimbing peserta didik, untuk membentuk manusia Indonesia yang seutuhnya yang berjiwa pancasila.
b)        Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran professional.
c)         Guru memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan.
d)        Guru menciptakan suasana sekolah yang sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya prosesbelajar mengajar.
e)         Guru memelihara hubunngan baik dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya untuk membina pesan serta rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan.
f)         Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya. Guru memelihara hubungan se-profesi, semangat kekeluargaan dan kesetiakawanan social.
g)        Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organi8sasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian.
h)        Guru melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan.

E.       Kriteria Guru Ideal
Berdasarkan Undang-Undang, guru merupakan tenaga pendidik profesional yang mempunyai tugas utama untuk mendidik, membimbing, mengajar, mengarahkan, menilai, melatih, serta mengevaluasi murid pada pendidikan jalur pendidikan formal. Sosok guru ideal merupakan guru profesional. Guru profesional merupakan guru yang bisa melakukan tugasnya dengan baik.
Guru ideal yang diinginkan oleh siswa adalah guru yang bisa menjalin hubungan baik dengan muridnya. Guru yang bisa menjalin hubungan baik dengan muridnya akan mengerti bagaimana menghadapi murid-muridnya. Guru tersebut mengetahui metode apa yang tepat untuk mengajar muridnya. Berbagai metode pengajaran telah dijelaskan oleh para ahli dan guru tinggal mengaplikasikannya sesuai dengan kondisi murid.
Guru Ideal menurut Prof Herawati Susilo MSc PhD, pakar pendidikan Universitas Negeri Malang, ada enam kriteria guru ideal yaitu: Belajar sepanjang hayat, literat sains dan teknologi, menguasai bahasa inggris dengan baik, terampil melaksanakan penelitian tindakan kelas, rajin menghasilkan karya tulis ilmiah, dan mampu membelajarkan peserta didik berdasarkan filosofi konstruktivisme dengan pendekatan kontekstual.[15]
Berdasarkan penjelasan di atas, ada beberapa kriteria guru ideal yang seharusnya dimiliki bangsa Indonesia di abad 21 ini. Pertama, dapat membagi waktu dengan baik. Dapat membagi waktu antara tugas utama sebagai guru dan tugas dalam keluarga, serta dalam masyarakat. Kedua, rajin membaca. Ketiga, banyak menulis. Keempat, gemar melakukan penelitian. Keempat kriteria tersebut merupakan hal yang diperlukan seorang guru untuk menjadi guru ideal.
Dari beberapa pengertian di atas, guru ideal dapat dijelaskan sebagai berikut. Pertama, guru yang memahami benar profesinya. Profesi guru adalah profesi yang mulia. Dia adalah sosok yang selalu memberi dengan tulus dan tak mengharapkan imbalan apapun, kecuali ridha dari Tuhan pemilik bumi. Falsafah hidupnya adalah tangan di atas lebih mulia daripada tangan di bawah. Hanya memberi tak harap kembali. Dia mendidik dengan hatinya. Kehadirannya dirindukan oleh peserta didiknya. Wajahnya selalu ceria, senang, dan selalu menerapkan 5S (salam, sapa, sopan, senyum, dan sabar) dalam kesehariannya.
Kedua, guru yang ideal adalah guru yang rajin membaca dan menulis. Wawasan guru yang rajin membaca akan terlihat dari cara bicara dan menyampaikan pelajarannya. Guru yang ideal adalah guru yang juga rajin menulis. Bila guru malas membaca, maka sudah bisa dipastikan dia akan malas pula untuk menulis. Guru yang terbiasa membaca, akan terbiasa menulis. Dari membaca itulah guru mampu membuat kesimpulan dari bacaannya, kemudian kesimpulan itu ia tuliskan kembali dalam gaya bahasanya sendiri.
Ketiga, guru yang ideal adalah guru yang sensitif terhadap waktu. Guru yang kurang memanfaatkan waktunya dengan baik, tidak akan menorehkan banyak prestasi dalam hidupnya. Dia akan terbunuh oleh waktu yang ia sia-siakan. Karena itu, guru harus sensitif terhadap waktu.
Keempat, guru yang ideal adalah guru yang kreatif dan inovatif.Guru yang kreatif adalah guru yang selalu bertanya pada dirinya sendiri, apakah dia sudah menjadi guru yang baik? Apakah dia sudah mendidik dengan benar? Apakah anak didiknya mengerti pelajaran yang dia sampaikan? Dia selalu introspeksi dan memperbaiki diri. Dia selalu merasa kurang dalam proses pembelajarannya. Dia tidak pernah puas dengan apa yang dia lakukan. Selalu ada inovasi baru yang dia ciptakan dalam proses pembelajarannya melalui Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Dia selalu belajar sesuatu yang baru, dan merasa tertarik untuk membenahi cara mengajarnya.[16]
Terakhir, guru yang ideal adalah guru yang memiliki lima kecerdasan.Kelima kecerdasan itu adalah kecerdasan intelektual, kecerdasan moral, kecerdasan sosial, kecerdasan emosional, dan kecerdasan motorik. Kecerdasan intelektual harus diimbangi dengan kecerdasan moral, Sebab, kecerdasan intelektual yang tidak diimbangi dengan kecerdasan moral akan menghasilkan peserta didik yang hanya mementingkan keberhasilan ketimbang proses. Kecerdasan moral akan mengawal kecerdasan intelektual, sehingga ia mampu berlaku jujur dalam situasi apa pun. Kejujuran adalah kunci keberhasilan dan kesuksesan.
Selain itu, kecerdasan sosial juga harus dimiliki oleh guru ideal agar tidak egois. Dia harus mampu bekerja sama dengan karakter orang lain yang berbeda-beda. Kecerdasan emosional juga harus ditumbuhkan agar guru tidak mudah marah, tersinggung, dan mudah melecehkan orang lain. Sedangkan kecerdasan motorik diperlukan agar guru mampu melakukan mobilisasi yang tinggi sehingga mampu bersaing dalam memperoleh hasil yang maksimal.



BAB III
PENUTUP

Guru merupakan tenaga pendidik profesional yang mempunyai tugas utama untuk mendidik, membimbing, mengajar, mengarahkan, menilai, melatih, serta mengevaluasi murid pada pendidikan jalur pendidikan formal. Sosok guru ideal merupakan guru profesional. Guru profesional merupakan guru yang bisa melakukan tugasnya dengan baik. Guru ideal yang diinginkan oleh siswa adalah guru yang bisa menjalin hubungan baik dengan muridnya. Guru yang bisa menjalin hubungan baik dengan muridnya akan mengerti bagaimana menghadapi murid-muridnya. Guru tersebut mengetahui metode apa yang tepat untuk mengajar muridnya. Berbagai metode pengajaran telah dijelaskan oleh para ahli dan guru tinggal mengaplikasikannya sesuai dengan kondisi murid.
Guru adalah semua orang yang berwenang dan bertanggung jawab terhadap pendidikan  murid-murid, baik secara individual maupun klasikal, baik di sekolah maupun di luar sekolaah. Mengingat demikian berat tugas dan pekerjaan guru, maka ia harus memenuhi persyaratan-persyaratan pokok yang mungkin seimbang dengan posisi untuk menjadi guru. Tidak semua orang dapat dengan mudah melakukannya, apalagi mengingat posisi guru seperti yang terjadi di Indonesia dewasa ini. Di samping berat tugasnya, dia harus merelakan sebagian hidupnya untuk mengabdi kepada masyarkat, meskipun imbalan gaji guru sangat tidak memadai, bila dibandingkan dengan profesi lainnya. Tidak sembarang orang dapat melaksanakan tugas profesional sebagai seorang guru. Untuk menjadi guru yang baik haruslah memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan oleh pemerintah. Syarat utama untuk menjadi seorang guru, selain berijazah dan syarat-syarat mengenai kesehatan jasmani dan rohani, ialah mempunyai sifat-sifat yang perlu untuk dapat memberikan pendidikan dan pembelajaran.
Beberapa tantangan globalisasi yang harus disikapi guru dengan mengedepankan profesionalisme adalah sebagai berikutperkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu cepat dan mendasar, krisis moral yang melanda bangsa dan negara Indonesia, krisis sosial. Seperti kriminalitas, kekerasan, pengangguran, dan kemiskinan yang terjadi dalam masyarakat dan krisis identitas sebagai bangsa dan negara Indonesia.
Agar dapat mewujudkan dan mengembangkan sikap profesionalisme seorang guru adalah dengan mengetahui kompetensi yang ideal bagi seorang guru yang terdiri atas pengetahuan dan sifat serta etika yang harus dimiliki oleh guru.
Berdasarkan penjelasan di atas, ada beberapa kriteria guru ideal yang seharusnya dimiliki bangsa Indonesia di abad 21 ini. Pertama, dapat membagi waktu dengan baik. Dapat membagi waktu antara tugas utama sebagai guru dan tugas dalam keluarga, serta dalam masyarakat. Kedua, rajin membaca. Ketiga, banyak menulis. Keempat, gemar melakukan penelitian. Keempat kriteria tersebut merupakan hal yang diperlukan seorang guru untuk menjadi guru ideal.

DAFTAR PUSTAKA


Darmadi, Hamid. 2012. Kemampuan Dasar Mengajar (Landasan dan Konsep Implementasi). Bandung: Alfabeta

Din wahyudi dkk.2008.  Pengantar Pendidikan. Jakarta: Universitas Terbuka.

Kunandar. 2009. Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Rajawali Pers

Nata, Abuddin. 2005. FilsafatPendidikan Islam. Jakarta: Gaya Media Pratama

Satori, Djaman dkk.. 2008. Profesi Keguruan. Jakarta: Universitas Terbuka

Suatmadja, Nursid dan Kusmaya Wihardit. 2007. Perspektif global. Jakarta:Universitas Terbuka

Syukur, Amin.1997. Zuhud di Abad Modern .Yogyakarta: PustakaPelajar.

Tafsir,Ahmad. 1991. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam.Bandung:Remaja Rosdakarya.

Uno, Hamzah B. 2007. Profesi Kependidikan. Jakarta: Bumi Aksara.









[1]Ahmad Tafsir, IlmuPendidikandalamPerspektif Islam (Bandung:RemajaRosdakarya, 1991), hlm.80.
[2] Hamid Darmadi, Kemampuan Dasar Mengajar (Landasan dan Konsep Implementasi), (Bandung: Alfabeta, 2012), hlm. 11
[3]Ibid., hlm. 12
[4] Kunandar, Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), hlm. 29
[5] Hamzah B. Uno, Profesi Kependidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), hal.29
[6]Ibid, hal. 30
[7] Nursid suaatmadja dan Kusmaya Wihardit, Perspektif global,  (Jakarta: Universitas Terbuka, 2007), hlm.19
[8] Din wahyudi dkk. Pengantar Pendidikan, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2008), hlm. 32
[9] Hamid Darmadi, Kemampuan Dasar Mengajar (Landasan dan Konsep Implementasi), (Bandung: Alfabeta, 2012), hlm. 38
[10]Ibid., hlm.39
[11]AbuddinNata, FilsafatPendidikan Islam (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005), hlm. 125.
[12]Ahmad Tafsir, IlmuPendidikandalamPerspektif Islam (Bandung: RemajaRosdakarya, 1991), hlm.90.
[13]M. Amin Syukur, Zuhud di Abad Modern (Yogyakarta: PustakaPelajar, 1997), hlm.182.
[14]Op.cit, hlm. 92
[15] Djaman Satori, dkk, Profesi Keguruan, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2008), hlm. 12
[16]Ibid., hlm. 14

0 komentar:

Posting Komentar